DENPASAR, PARADISO INDONESIA – Sore itu matahari hampir tidak terlihat jelas karena diselubungi awan disekitarnya, sementara pacu sepeda motor yang saya kendarai melaju kencang mengejar waktu ke arah simpang enam kota Denpasar. Setibanya di sana, sambil menelusuri jalan Pluto yang berada tepat di arah sebelah Barat simpang enam, dengan hanya membutuhkan beberapa menit saya tiba di sebuah kantor yang letaknya di sisi kanan jalan.
Sambil memberi salam “Om Swatiastu” dari depan pintu masuk langsung terlihat beberapa komputer yang terletak di atas meja kerja di sebuah kantor percetakan yang saya kunjungi.
Tiba-tiba dari dalam ruangan terdengar suara seseorang yang mempersilakan masuk ke ruang kerjanya. Ruangan kerja yang berukurang 3 x 6 meter tersebut ternyata sudah ditunggu oleh pemiliknya, dia adalah Dr. Ir. Yogi Yasa Wedha, SH, MH. MM dosen pakar hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar (UNMAS).
Sebelum memulai pembicaraan, saya sempat memperhatikan ruangan kerja sang Doktor, dan terlihat beberapa lukisan yang tergantung di tembok ruangan itu, juga terlihat sebuah meja kerja yang di atasnya ada beberapa buku yang tertata rapi, sementara dari arah yang berlawanan berdiri sebuah lemari yang cukup besar yang dipenuhi buku. Ternyata, setelah saya perhatikan buku-buku yang ada dalam ruangan itu baik yang ada diatas meja maupun di lemari buku, pada umumnya buku-buku bernuansa hukum.
Setelah memperhatikan beberapa menit situasi yang ada dalam ruangan kerja Doktor Yogi, saya langsung diajak menuju ke sebuah meja yang berada tepat di tengah ruangan kerja, dan kami langsung memulai pembicaraan seputar karya ilmiah terakhir sang Doktor.
Menariknya, karena yang kita akan bicarakan adalah sebuah judul buku yang berbicara mengenai “Reformasi Penyitaan Harta Tersangka Tindak Pidana Korupsi”
Menurut Yogi, bahwa penyitaan harta tersangka korupsi harus diperluas, ia menemukan konsep baru, bahwa penyitaan itu tidak hanya sebagai alat bukti atau aset recovery, tetapi penyitaan itu harus dapat berfungsi untuk pengembalian pemenuhan kerugian keuangan negara. Jadi selama ini hukum hanya mengatur sebagai alat pembuktian dan sebagai aset recovery, dalam hal ini juga aset recovery yang dimaksud hanya seputar perampasan harta yang ada kausalitas dengan tindak pidana.
Sementara, konsep baru yang ditemukan Yogi menurutnya, paradigma tersebut harus berubah yang mana penyitaan itu tidak hanya diperuntukan sebagai barang bukti dan tidak hanya dibutuhkan harta benda yang memiliki kausalitas dengan tindak pidana yang dilakukan untuk aset recovery, tetapi konsep penyitaan itu harus diperluas dengan cara dapat menyita harta benda lainnya, tetapi setara dengan harta kerugian negara, sehingga ketika perkaranya diputus untuk mengembalikan harta kerugian keuangan negara, sita harta benda lainnya masih utuh, tidak illisoir hingga akhir perkara.
Diakhir penjelasan singkat Yogi soal “Reformasi Penyitaan Harta Tersangka Tindak Pidana Korupsi” ia juga menyampaikan bahwa konsep penyitaan harus berubah dan diperluas, dan yang tidak kalah penting juga menurut dia sesungguhnya hukum itu harus membahagiakan”tutup sang Doktor dengan sebuah senyum yang sumringah. SNT