Home Pendidikan Meningkatkan Kebersihan Lingkungan Sekolah Dalam Memajukan Pembelajaran di SDK WULUBLOLONG, Desa WULUBLOLONG, Kecamatan SOLOR TIMUR, Kabupaten FLORES TIMUR

Meningkatkan Kebersihan Lingkungan Sekolah Dalam Memajukan Pembelajaran di SDK WULUBLOLONG, Desa WULUBLOLONG, Kecamatan SOLOR TIMUR, Kabupaten FLORES TIMUR

by Igo Kleden

NO.12/THN.XV/OKT/2022

ARNOLDUS ARIANA,S.Pd.SD

LATAR BELAKANG

Kebersihan lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan suasana nyaman, terutama bagi kelangsungan hidup manusia adalah kebersihan lingkungan. Untuk menjaga kebersihan lingkungan tersebut tentu manusia harus meningkatkan dan menjaga kebersihan lingkungan hidup pula. Kebersihan lingkungan adalah ciri dasar masyarakat modern yang meliputi semua manusia dalam hubungannya dengan lingkungan yang terikat dalam berbagai ekosistem. Dengan tujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai-nilai kesehatan manusia pada tingkat setinggi- tingginya, dengan jalan memodifikasi tidak hanya faktor lingkungan dan lingkungan fisik semata-mata, tetapi juga terhadap semua sifat-sifat dengan kelakuan-kelakuan kesehatan dan keselamatan organisme. (Ryadi, 1994).

Indonesia sehat merupakan salah satu agenda dalam pembangunan Nasional dalam rangka mewujudkan kualitas sumber daya manusia tugas sehat, produktif dan mandiri. Peningkatan kebersihan lingkungan merupakan salah satu penentuan untuk pembentukan manusia yang berkualitas.

Pengelolaan lingkungan sekolah dan penyediaan sarana yang ditinjau dari kesadaran sekolah seperti gedung sekolah yang terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang belajar, ruang UKS, warung sekolah dan tempat ibadah. Kemudian bila dilihat dari sarana sanitasi yaitu sumber air bersih, air minum, tempat cuci tangan, kamar mandi, tempat pembuangan sampah dan air limbah, selanjutnya dilihat dari halaman dan perkarangan yaitu halaman, pagar sekolah dan kebun sekolah. Lingkungan sekolah yang tidak dikelola dengan benar tanpa adanya program dari sekolah maka akan membawa efek samping terhadap serangan penyakit, untuk itu pengelola lingkungan sekolah merupakan satu faktor yang penting diperhatikan guna terciptanya lingkungan bersih dan sehat. Sehingga akan terciptanya konsentrasi belajar dalam usaha meningkatkan prestasi siswa yang lebih baik. Selain itu pentingnya peranan serta guru dalam pembangunan kesehatan telah diakui oleh semua pihak. Hasil pengamatan membuktikan bahwa peran serta guru amat menentukan terhadap kebersihan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan sekolah. (Depkes RI,1994).

Tujuan dari lingkungan yang sehat akan mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kematian dan angka kesakitan serta mengurangi akibat buruk dari penyakit baik yang menular maupun yang tidak menular. Usaha membina dan mengembangkan kebiasaan hidup serta dilakukan secara terpadu, baik dengan program pendidikan di sekolah melalui mata pelajaran olahraga dan kesehatan yang dapat dilaksanakan dalam berbagai kegiatan kurikuler maupun melalui usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan kesehatan. Lebih lanjut Anwar (1996) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah bagian dari usaha kesehatan pokok yang menjadi tugas puskesmas, yang ditujukan kepada sekolah-sekolah dengan anak didik serta lingkungan hidupnya, dalam rangka mencapai keadaan kesehatan anak yang sebaik-baiknya dan sekaligus mencapai dan meningkatkan prestasi belajar anak sekolah setinggi-tingginya. (Anwar, 1996).

Lingkungan belajar yang efektif adalah lingkungan belajar yang produktif, di mana sebuah lingkungan belajar yang didesain atau dibangun untuk membantu pelajar untuk meningkatkan produktifitas belajar mereka sehingga proses belajar mengajar tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini dapat digambarkan dengan kemudahan para pelajar dalam berfikir, berkreasi dan mampu secara aktif dikarenakan lingkungan belajar yang bersih dan sangat mendukung timbulnya ketertiban dan kenyamanan pada saat proses belajar mengajar berlangsung, berbeda halnya dengan lingkungan belajar yang kotor, tentunya akan menimbulkan kesan malas dan membosankan sehingga tidak muncul rasa semangat yang dengan sendirinya dapat mempengaruhi minat belajar siswa. dengan kata lain lingkungan yang bersih merupakan salah satu faktor timbulnya minat bagi seorang pelajar untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Kegiatan belajar mengajar juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Konsentrasi dari otak tidak terlepas dari lingkungan. Jika lingkungan bersih, maka dapat meningkatkan konsentrasi kerja otak sehingga konsentrasi berfikir lebih luas. Begitu juga sebaliknya, jika lingkungan kotor maka dapat menurunkan konsentrasi kerja otak sehingga konsentrasi berfikir akan menurun.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan melakukan penelitian tentang “Meningkatkan Kebersihan Lingkungan Sekolah Dalam Memajukan Pembelajaran Di SDK Wulublolong  Desa Wulublolong Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur ”.

RUMUSAN MASALAH 

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam Penelitian ini adalah: Bagaimana Kebersihan Lingkungan Sekolah di SDK Wulubolong?

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kebersihan Lingkungan Sekolah di SDK Wulublolong dalam meningkatkan pembeljaran di kelas.

MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan uraian tujuan masalah di atas maka manfaat  penelitian   adalah sebagai berikut :

  1. Memberikan pengetahuan tambahan bagi guru dalam meningkatakan kebersihan sekolah guna menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah.
  2. Sebagai acuan bagi mahasiswa untuk memahami tentang kebersihan lingkungan sekolah.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Riyanto (2001 : 23) mengatakan bahwa, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengumpulkan informasi dari sebuah sampel dengan menanyakan melalui angket atau interview dari beberapa aspek. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif kualitatif sangat tepat untuk memecahkan masalah penelitian yang disesuaikan dengan kenyataan yang ada. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan naturalistik yang bermaksud menggambarkan gejala-gejala yang timbul dilokasi penelitian.

Baca Juga:   Generasi Milenial Jadi Bahasan Webinar di Klungkung Bali

Tempat Penelitian

Yang menjadi tempat penelitian yakni Di SDK Wulublolong Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Waktu penelitian

Adapun waktu penelitian yang digunakan dalam penelitian ini selama 1 bulan, yaitu bulan Agustus 2022.

Prosedur Penelitian

  1. Peneliti mengadakan koordinasi dengan pihak sekolah.
  2. Peneliti memberikan penjelasan kepada para guru tentang pelaksanaan proses penilaiaan.
  3. Penentuan waktu pembelajaran yang akan dinilai.
  4. Persiapan alat-alat penunjang penilaiaa
  5. Penilaian kepada kepala sekolah, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan serta lingkungan sekitar sekolah, sarana prasarana yang tersedia.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam proses pengumpulan data dan analisa data dilakukan secara langsung dan serentak selama penelitian. Data yang di kumpulkan bersifat kualitatif sehingga peneliti dapat mengambil alternatif pemecahan melalui :

  1. Observasi

Margono (2005: 158) mengungkapkan bahwa, Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi perlu dilakukan untuk mencatat apa yang dilakukan, dilihat di lapangan kemudian disusun secara teratur.

  1. Wawancara

Sudjana (2000: 234) Wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak penanya dengan pihak yang ditanya atau penjawab. Melalui teknik ini dapat diperoleh informasi yang berkaitan tentang Kebersihan Lingkungan Sekolah SDK Wulublolong.

  1. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan kumpulan data-data nyata yang disimpan untuk dipergunakan dalam memperkuat penelitian ini. Menurut A.S.Hornby,(1987: 256) mengartikan dokumen sebagai sesuatu tertulis ataau dicetak untuk digunakan sebagai suatu catatan.

TEKNIK ANALISIS DATA

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana dalam menganalisis data yang akan diperoleh, penulis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, menurut Miles dan Huberman (Sugiyono,2010 : 337) yaitu :

  1. Reduksi Data

Reduksi data adalah merangkum, memilih data-data pokok dan memfokuskan data-data penting yang berhubungan dengan variabel penelitian (Sugiyono, 2010 : 338). Data yang akan direduksi adalah hasil observasi peneliti tentang Kebersihan Lingkungan Sekolah di SDK Wulublolong

  1. Display Data

Display data adalah penyajian data-data mengenai variabel penelitian  dalam bentuk teks naratif, grafik, diagram maupun matrik (Sugiyono,2010: 341). Data-data yang  telah direduksikan akan disajikan dalam bentuk teks naratif dan diagram.

  1. Kesimpulan

Kesimpulan adalah jawaban atas semua rumusan berdasarkan data-data mengenai  variabel penelitian (Sugiyono, 2010: 345). Pada tahap ini peneliti akan menyajikan kesimpulan tentang Kebersihan Lingkungan Sekolah Di SDK Wulublolong.

INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen digunakan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Yang dimaksud dengan instrumen adalah pertanyaan pada waktu penelitan dengan menggunakan suatu teknik (Arikunto, 1985 : 104). Atau dengan kata lain teknik tidak dapat memenuhi fungsinya dengan efektif, apabila instrumennya yang terjadi pertanyaan dari teknik itu tidak valid. Menyiapkan pedoman observasi. Petugas panduan wawancara

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dengan kepala sekolah guru olahraga, dan siswa di SDK Wulublolong, serta dokumentasi, diperoleh hasil penelitian tentang Kebersihan Lingkungan Sekolah di SDK Wulublolong. Berikut ini adalah deskripsi hasil penelitian yang dimaksud

  1. Penyediaan sarana pendukung

Berdasarkan  hasil observasi di lingkungan sekolah peneliti mendapati bahwa SDK Wulublolong menyediakan berbagai sarana pendukung nilai kebersihan lingkungan. Beberapa sarana pendukung yang dimaksud antara lain penyediaan tempat sampah di berbagai tempat dalam kondisi sudah bersih dari sampah setiap pagi hari, penyediaan toilet dan air bersih, penyediaan peralatan kebersihan dan perawatan lingkungan,

Berdasarkan observasi, peneliti mendapati adanya dua jenis tempat sampah yang disediakan sekolah, yaitu tempat sampah pilah dan nonpilah.

Berdasarkan hasil pengamatan, piket yang bertugas selalu menjaga kebersihan, selalu mengosongkan semua tempat sampah dari sampah pada siang hari saat pembelajaran telah usai. Sarana pendukung lain yang peneliti observasi adalah tempat cuci tangan. Berdasarkan hasil observasi diketahui juga bahwa sekolah menyediakan tempat cuci tangan yang  dalam kondisi yang cukup bersih.

Setelah memperoleh data mengenai keberadaan tempat cuci tangan di lingkungan sekolah SDK Wulublolong. Selain tempat sampah dan tempat cuci tangan, sekolah juga menyediakan toilet dan air bersih. Dari hasil observasi, peneliti mendapati keberadaan dua toilet di bagian selatan. Setiap toilet dilengkapi dengan bak penampung air bersih.

Jika dilihat sepintas, pada umumnya toilet masih terkesan agak kotor akibat warna hitam yang menempel di lantai toilet. Untuk itu, peneliti berusaha menggali informasi mengenaikebersihan toilet.

Sarana pendukung lain yang disediakan sekolah SDK Wulublolong adalah peralatan kebersihan dan perawatan lingkungan. Peneliti mengamati secara langsung adanya alat-alat kebersihan lingkungan di sekolah SDK Wuublolong sapu lantai  yang disandarkan pada dinding atau di dinding bagian depan pintu masuk setiap kelas. Peneliti juga mendapati sapu ijuk ditempatkan di dekat pintu bagian luar setiap ruang kelas.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di lantai bawah, taman kelas terletak di tepi teras  dan depan kantor sekolah  ada berbagai tanaman yang sengaja ditanam dan diletakkan berjajar di pot biasa maupun pot dibuat dari semen.

Terlepas dari anjuran sekolah mengenai waktu pelaksanaan piket dua kali sehari pada pagi dan siang hari sebelum pulang sekolah, pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh informan menunjukkan bahwa piket pada umumnya dilaksanakan pada siang hari sebelum pulang sekolah. Selama kegiatan penelitian berlangsung, peneliti mendapati enam kali kegiatan piket yang semua itu dilakukan pada pagi dan siang hari sebelum pulang sekolah.

Baca Juga:   Mangku Rekayasa Pengolahan Kopi Kintamani

Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa dalam praktiknya, piket sebagai salah satu wujud program pada umumnya dilaksanakan pada pagi dan  siang hari sesuai jadwal yang telah ada.

2. Budaya kebersihan lingkungan sekolah

a.Kebiasaan

Ada beberapa hal yang menunjukkan kebiasaan siswa berkaitan dengan nilai kebersihan lingkungan. Kegiatan kebiasaan yang dimaksud antara lain membuang sampah, pemanfaatan toilet, dan pemanfaatan tempat cuci tangan. Dalam praktiknya, belum semua kegiatan kebiasaan sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai harapan. Kebiasaan siswa dalam membuang sampah lebih cenderung pada kebiasaan yang belum baik dengan keberadaan sampah yang masih sering ditemukan tergeletak di berbagai sudut lingkungan sekolah. Sementara itu, siswa sudah menunjukkan kebiasaan memanfaatkan wastafel dan kran air untuk mencuci tangan meski terkadang masih melakukan dengan cara yang kurang sesuai. Kebiasaan lain yang ditunjukkan oleh siswa adalah dalam hal penggunaan toilet yang belum sempurna serta masih memerlukan pembiasaan dan bimbingan dalam praktiknya. Terlepas dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan kebiasaan yang belum sepenuhnya baik dan sesuai harapan, kegiatan-kegiatan kebiasaan di atas sudah menunjukkan kesesuaian dengan salah satu indikator pelaksanaan pendidikan karakter, termasuk nilai kebersihan lingkungan sebagaimana dikemukakan Kemendiknas (2010: 290)

Kegiatan-kegiatan kebiasaan yang baik dan merupakan realisasi dari pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah, seperti kebiasaan membuang sampah di tempat sampah, memanfaatkan tempat cuci tangan dan kran air sesuai dengan fungsinya menjadi suatu hal yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan pelaksanaannya. Sementara itu, kebiasaan yang belum atau bahkan tidak baik menuntut peran guru yang lebih maksimal dalam memberikan bimbingan serta keteladanan kepada siswa. Hal ini penting sekalipun pelaksanaan kebiasaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah masih belum optimal.

b. Pembiasaan berbasis partisipasi

Pembiasaan berbasis partisipasi dalam  nilai kebersihan lingkungan di SDK Wulublolong diwujudkan melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan ini melibatkan siswa untuk berpartisipasi aktif atau bertindak secara langsung. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa pembiasaan berbasis partisipasi ini belum dilaksanakan dengan optimal. Dalam piket belum semua siswa melaksanakan. Sekalipun melaksanakan masih dalam kategori kadang-kadang dan asal saja. Siswa dalam kategori ini hanya akan melaksanakan piket jika ada guru yang menunggu atau mengawasi. Siswa juga masih menunjukkan tindakan merusak taman dengan menaruh bungkus jajanan di pot tanaman dan memetik daun untuk bermain-main. Adanya kondisi yang belum optimal dalam pelaksanaan kegiatan pembiasaan berbasis partisipasi tentu menjadi suatu hal yang perlu mendapat perhatian. Perhatian yang dimaksud menunjuk pada kesadaran masing-masing warga sekolah, terutama siswa untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan program-program pendukung nilai kebersihan lingkungan yang sudah ada. Hal ini juga tidak lepas dari peran penting kepala sekolah maupun guru dalam memberikan dan meningkatkan bimbingan serta keteladanan peduli lingkungan.

c. Keteladanan

Pada dasarnya mendidik yang baik adalah melalui teladan atau contoh yang baik. Satu teladan itu lebih bermakna dari seribu kata. Sekalipun belum mampu menunjukkan keteladanan yang baik sepenuhnya, guru harus selalu berupaya untuk dapat memberikan keteladanan yang baik bagi siswa. Siswa usia sekolah dasar cenderung meniru atau mencontoh apapun yang dilakukan oleh guru. Harapan lanjut dari hal ini adalah siswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya lebih mudah memahami, mengikuti, dan menerapkan kegiatan peduli lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Hukuman

Hukuman diberikan terhadap perilaku siswa yang menunjukkan tindakan merusak lingkungan dalam bentuk sanksi. Ada yang berupa sanksi verbal (teguran sekaligus peringatan) dan ada pula yang berupa sanksi nonverbal. Untuk sanksi verbal, antarsiswa saling mengingatkan dalam hal peduli lingkungan, terutama dalam pelaksanaan piket kelas. Sementara itu, sanksi nonverbal diberikan disesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Meski demikian, pemberian hukuman dilakukan tidak sekedar menunjuk pada penggantian benda atau fasilitas sekolah yang rusak melainkan memberi penekanan pada perbaikan sikap atau perilaku siswa. Hal ini dilakukan dengan tujuan siswa dapat mengerti dan memahami pentingnya nilai kebersihan lingkungan dalam kehidupan sekarang maupun masa depan. Sanksi non verbal juga ada yang menjadi kesepakatan kelas masing-masing, terutama berkaitan dengan kegiatan piket kelas. Perbedaan bentuk hukuman dalam kesepakatan kelas pada akhirnya menjadi suatu hal yang tidak dapat dipungkiri. Ada yang diminta untuk melakukan piket pada hari berikutnya dan ada juga yang diminta untuk piket selama satu minggu. Namun, perbedaan ini tetap bermuara pada upaya perbaikan sikap atau perilaku siswa.

Pemberian hukuman kepada siswa berkaitan dengan nilai kebersihan lingkungan juga termasuk kegiatan spontan terhadap tindakan negatif siswa dalam strategi pelaksanaan pendidikan karakter yang memuat nilai kebersihan lingkungan sebagaimana dikemukakan Kemendiknas (2010: 15-16). Spontanitas menunjuk pada waktu pemberian hukuman dalam upaya perbaikan sikap atau perilaku yang dilakukan segera atas tindakan negatif dari siswa berkaitan dengan nilai kebersihan lingkungan. Oleh karena itu, spontanitas juga berlaku untuk bentuk hukuman yang berbeda-beda dari setiap kelas yang sudah menjadi kesepakatan kelas berkaitan dengan piket kelas. Artinya, ketika ada siswa yang tidak melaksanakan piket maka hukuman yang sudah menjadi kesepakatan kelas diberlakukan saat itu juga kepada siswa yang bersangkutan.

Baca Juga:   Festival Tunas Bahasa Ibu Lahirkan Banyak Penutur Aktif dari Generasi Muda

e. Penghargaan

Penghargaan diberikan kepada siswa dengan perilaku yang menunjukkan tindakan merawat atau menjaga fasilitas serta lingkungan sekolah. Penghargaan berfungsi sebagai penguatan terhadap sikap positif siswa kepada lingkungan. Pemberian penghargaan akan menjadi suatu pengalaman yang mengesankan dan akan terkenang oleh siswa hingga dewasa kelak.

Penghargaan yang diberikan kepada siswa berkaitan dengan pelaksanaan nilai kebersihan lingkungan di SDK Wulublolong ada yang berupa penghargaan verbal dengan pujian (pujian secara langsung) dan nonverbal dengan hadiah (tanda lokasi sekolah). Hal ini juga merupakan bentuk kegiatan spontan terhadap tindakan positif siswa dalam strategi pelaksanaan pendidikan karakter yang memuat nilai kebersihan lingkungan sebagaimana dikemukakan Kemendiknas (2010: 15-16). Spontanitas yang dimaksud di sini juga menunjuk pada waktu pemberian penghargaan yang dilakukan segera atas tindakan positif siswa berkaitan dengan nilai kebersihan lingkungan sebagai penguatan. Pemberian penghargaan yang dilakukan dengan segera kepada siswa yang berhak akan memberi keyakinan kepada siswa tersebut bahwa apa yang dilakukan sudah benar. Harapan selanjutnya, siswa dapat mempertahankan bahkan meningkatkan tindakan-tindakan positif terhadap lingkungan di lain waktu, tempat, dan keadaan.

3. Kendala-Kendala Implementasi Nilai kebersihan lingkungan Menuju Sekolah  di SDK Wulublolong

Berbagai bentuk implementasi nilai kebersihan lingkungan telah diupayakan pelaksanaannya oleh warga sekolah (siswa, guru, dan kepala sekolah) dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya berbagai kendala yang terjadi sebagaimana terlihat pada kebiasaan siswa, kegiatan pembiasaan berbasis partisipasi, dan keteladanan. Komitmen warga sekolah, terutama siswa dan guru, belum optimal dalam melaksanakan program-program pendukung dan kebiasaan-kebiasaan peduli lingkungan meski sudah ada konsistensi dari kepala sekolah dalam menata lingkungan di lahan yang terbatas. Siswa masih harus diingatkan oleh guru dalam kegiatan pembiasaan berbasis partisipasi amupun kebiasaan dalam hal peduli lingkungan. Guru belum menunjukkan keteladanan secara menyeluruh dalam hal peduli lingkungan kepada siswa, baik dari segi waktu, tempat, maupun situasi.

Hal-hal sebagaimana diuraikan di atas menunjuk pada nilai kebersihan lingkungan yang belum sepenuhnya menjadi budaya sekolah. Aan Komariah dan Cepi Triatna (2005: 102) menyatakan bahwa budaya sekolah adalah karakteristik khas sekolah yang dapat diidentifikasi melalui nilai yang dianut, sikap yang dimiliki, kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkan, dan tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh personel sekolah yang membentuk satu kesatuan khusus dari sistem sekolah. Berdasarkan definisi budaya sekolah tersebut dapat dipahami bahwa budaya sekolah menunjukkan karakteristik khas yang membedakan satu sekolah dengan sekolah lain. Artinya, ketika warga sekolah menunjukkan budaya sekolah yang baik maka sekolah dikatakan memiliki karakteristik khas yang baik. Sebaliknya, ketika warga sekolah menunjukkan budaya sekolah yang kurang atau bahkan tidak baik maka sekolah dikatakan memiliki karakteristik khas yang kurang atau bahkan tidak baik. Budaya sekolah yang tercermin dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukaan atau tindakan-tindakan yang ditunjukkan, termasuk budaya peduli lingkungan menuntut kesadaran dan tanggung jawab semua warga sekolah. Artinya, setiap warga sekolah memiliki tanggung jawab dalam menjalankan peran masing-masing yang dalam hal ini berkaitan dengan nilai kebersihan lingkungan. Kebijakan sekolah yang sudah ada hendaknya diimbangi dengan komitmen semua warga sekolah demi tercapainya tujuan yang diharapkan.

SIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan di Bab IV Hasil dan Pembahasan, peneliti menyimpulkan beberapa hal berikut.

SDK Wulublolong ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek penyediaan sarana pendukung dan budaya sekolah. Dari aspek penyediaan sarana pendukung, terdapat, penetapan program pendukung, dan penyediaan sarana pendukung (pengkondisian). Ditinjau dari aspek budaya sekolah, ada lima bentuk yaitu kebiasaan, pembiasaan berbasis partisipasi, keteladanan, hukuman, dan penghargaan. Bentuk-bentuk nilai kebersihan lingkungan tersebut tercermin pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah sebagai budaya.

SARAN

Ada beberapa saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian berkaitan dengan nilai kebersihan lingkungan menuju sekolah SDK Wulublolong. Beberapa saran yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Bagi Siswa

  • Berusaha mempertahankan dan meningkatkan tindakan-tindakan peduli lingkungan dengan senantiasa mengikuti dan melaksanakan program-program pendukung nilai kebersihan lingkungan yang ada di sekolah dengan penuh tanggung jawab dan semaksimal mungkin agar menjadi kebiasaan, kebutuhan, dan karakter dalam diri masing-masing.
  • Meningkatkan budaya saling mengingatkan antarsiswa dalam kegiatan peduli lingkungan.

2. Bagi guru

  • Sebaiknya meningkatkan perhatian terhadap nilai kebersihan lingkungan dan paradigma bahwa lingkungan juga merupakan hal penting yang perlu mendapat perhatian serta menjadi tempat pembelajaran bagi siswa sekalipun ada kesibukan guru dalam mengajar di kelas.
  • Meningkatkan keteladanan diri dalam hal peduli lingkungan agar siswa-siswa mengikuti dan menjadi budaya.
  • Meningkatkan konsistensi dalam menjalankan program pendukung, kesepakatan kelas yang sudah ada/dibuat, memberikan hukuman maupun penghargaan kepada siswa berkaitan dengan nilai kebersihan lingkungan.

Berita Terkait