Home Kasus Kemendikbud Turut Peringati Hari Bahasa Ibu Internasional

Kemendikbud Turut Peringati Hari Bahasa Ibu Internasional

by Editor
0 comment

Jakarta (Paradiso) —- Bahasa Ibu adalah bahasa yang pertama kali dipelajari seseorang sejak kecil secara alamiah dan menjadi dasar sarana komunikasi serta pemahaman terhadap lingkungannya. Menurut data di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah bahasa terbanyak kedua di dunia. Untuk itu, pemerintah bersama pemerintah daerah dan masyarakat mempunyai kewajiban untuk melindungi bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan takbenda yang sangat berharga dan tidak ternilai harganya.

“Urusan bahasa daerah dan bahasa Ibu adalah ciri atau variabel utama dari kebhinekaan, jangan sampai ciri kebhinekaan itu rusak,” ujar Plt. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Dadang Sunendar saat memberikan sambutan pada Konferensi Pers Hari Bahasa Ibu Internasional, di Graha Utama, Lantai 3 Gedung A, Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan mengamanatkan agar bangsa Indonesia mengutamakan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing.

“Pengutamaan bahasa Indonesia adalah untuk menjaga NKRI dan kebhinekaan kita. Bahasa adalah produk besar negara kita. Jaga betul bahasa negara kita. Simbol negara kita yang satu ini jangan diganggu oleh siapapun juga. Kemudian, kuasai sebanyak mungkin bahasa asing karena itulah yang menjadikan daya saing bangsa semakin tinggi,” lanjut Dadang.

“Apabila orang Indonesia mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, bertanggung jawab dalam melestarikan bahasa daerah dan menguasai bahasa asing maka SDM Indonesia akan unggul ke depan,” kata Dadang.

Dadang melanjutkan, Perayaan Bahasa Ibu untuk Indonesia sangat penting maknanya. Oleh karena itu, Badan Bahasa dan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) bekerja sama merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional.

Sejak tahun 1999, UNESCO menetapkan Hari Bahasa Ibu setiap tanggal 21 Februari. Penetapan ini dianggap penting karena dapat menjadi tonggak kesadaran suatu bangsa untuk menjaga bahasa ibu-nya kepada generasi penerus pada setiap bangsa.

Baca Juga:   Rotary Disaster Response District 3420 Bantu APD untuk RS Sanglah

Ketua KNIU, Arief Rahman, mengatakan, perayaan ini untuk memastikan program UNESCO terkait pelestarian bahasa daerah berjalan dengan baik untuk kemajuan bangsa. Bahasa memegang empat kekuatan yaitu kekeluargaan, toleransi, pelestarian, dan keragaman. “UNESCO melihat pelestarian bahasa itu akan memperkokoh mutu manusia,” terang Arief.

Arief menambahkan, peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional mengangkat tema cross border and share languange yaitu melintasi batas daerah dan berbagi bahasa yang ada. Hal ini sebagai wujud pengakuan dan penghormatan terhadap keragaman linguistik dan budaya yang mempunyai kontribusi dalam persatuan, perdamaian dunia di tengah kehidupan masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan. “UNESCO mengajak seluruh negara anggota untuk merayakannya karena kita memang sadar sesadar-sadarnya bahwa bahasa sangat penting,” ujarnya.

Sebagai bagian dari perayaan Hari Ibu Internasional, Badan Bahasa akan mengadakan kegiatan Gelar Wicara dan Penampilan Tunas Bahasa Ibu dengan tema “Melestarikan Bahasa Daerah untuk Pemajuan Bangsa.” Kegiatan ini akan diselenggarakan pada tanggal 25 Februari 2020 mendatang di Aula Sasadu, Gedung M. Tabrani, Rawamangun, Jakarta Timur.

Gelar Wicara dan Penampilan Tunas Bahasa Ibu diselenggarakan untuk memantik kepedulian masyarakat terhadap bahasa daerah. Kepala Badan Bahasa, Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum. dan Ketua KNIU, Prof. Dr. Arief Rahman, M.Pd., akan memaparkan isu penting dalam tema besar kegiatan Gelar Wicara. Tidak hanya itu, ada beberapa topik menarik lainnya yang dipaparkan oleh (1) H. Mashuri, S.P., M.E. (Bupati Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi), (2) Elizza M. Kisya (Tokoh Adat Maluku), dan (3) aktivis Polyglot Indonesia dan Wikitongue. Tidak hanya itu, ada pula penampilan sastra lisan dideng oleh anak-anak dari Rantaupandan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi bersama dengan maestro dideng, Ibu Jariah. Ada pula penampilan seni lain berbasis bahasa daerah, seperti penampilan teater mini dan monolog berbahasa daerah dari komunitas Oryza Lokabasa. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, masyarakat dapat menyadari pentingnya melindungi bahasa daerah dan menggunakan bahasa daerah sebagai langkah memajukan bahasa supaya tidak punah.

Baca Juga:   Poltekpar Bali Gelar Pembukaan Dies Natalis ke-44

Kuatkan Karakter Bangsa melalui Bahasa Daerah

Menurut hasil Sensus Penduduk dari BPS tahun 2010, penduduk Indonesia berusia di atas 5 tahun yang masih menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari sebanyak 79,5%. Akan tetapi, dalam konteks sosial budaya di Indonesia, konsep bahasa ibu ini tidak serta merta dan secara sederhana dapat dilihat dari pemakaian bahasa sehari-hari di rumah.

Dadang Sunendar mengingatkan untuk melestarikan bahasa daerah sejak dini mulai dari lingkungan terkecil. “Jangan lupa para orangtua dan kita semuanya mewariskan bahasa Ibu kita kepada anak-anak karena itu kuncinya,” pesan Dadang

Lebih lanjut Ketua KNIU, Arief Rahman menjelaskan, komponen penting yang terkandung dalam Bahasa Ibu/Bahasa Daerah di antaranya adalah sebagai penguat nilai-nilai kekeluargaan antara Ibu dan anak. “Sembari mengasuh anaknya, seorang ibu bisa mengenalkan bahasa daerah melalui lagu dan permainan (tradisional) yang mengadung filosofi tertentu,” ujarnya.

Arief juga menuturkan, penggunaan bahasa daerah dapat meningkatkan toleransi budaya. Seseorang yang menguasai bahasa daerah tertentu harus memiliki sifat toleran terhadap orang lain di luar sukunya agar tidak timbul perpecahan di masyarakat. Karena dengan mengenal budaya lain, seseorang juga belajar untuk memaknai keragaman dan bisa menerima perbedaan lebih bijaksana. “Munculnya bahasa nasional dan internasional, diharapkan jangan membuat bahasa daerah menjadi punah,” pesannya.

Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali dipelajari oleh seseorang sejak kecil secara alamiah dan menjadi dasar sarana komunikasi serta pemahaman terhadap lingkungannya. Dalam konteks di Indonesia, bahasa ibu diidentikkan dengan bahasa daerah atau bahasa lokal. Pengindentikkan ini didasarkan pada keberagaman suku dan wilayah yang memiliki bahasa daerah yang berbeda-beda yang digunakan sehari-hari di lingkungan keluarga.

Baca Juga:   Galakkan Penerapan CHSE, Prodi BHP Gelar Pengabdian kepada Masyarakat di Desa Wisata Taro

Upaya Pelestarian Bahasa Daerah

Isu bahasa Ibu ini menjadi penting ketika bahasa-bahasa lokal di dunia mulai banyak yang punah. UNESCO memperkirakan sekitar 3.000 bahasa lokal akan punah di akhir abad ini. Hanya separuh dari jumlah bahasa yang dituturkan oleh penduduk dunia saat ini yang masih akan eksis pada tahun 2100 nanti.

Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang tentang Pengembangan Pembinaan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2017 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah telah menerangkan kewajiban untuk melindungi bahasa daerah.

Plt. Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Hurip Danu Ismadi mengungkapkan kemunduran pelestarian bahasa daerah disebabkan oleh sedikitnya komunitas penutur di desa-desa terpencil dan minimnya upaya pewarisan bahasa daerah kepada keturunannya. “Banyak terjadi di wilayah timur Indonesia,” kata dia.

Dalam kesempatan penting peringatan Hari Bahasa Ibu tahun 2020, Badan Bahasa juga melaporkan bahwa kegiatan pelindungan bahasa yang telah dilakukan. Mulai dari pemetaan, kajian vitalitas, konservasi, revitalisasi, hingga registrasi bahasa. Berikut ini beberapa data statistik kegiatan pelindungan bahasa hingga tahun 2020.

Kepala Bidang Pengembangan, Ganjar Harimansyah menjelaskan, pihaknya sejak tahun 1991 telah mendesain metodologi pemetaan bahasa, namun baru setahun kemudian direalisasikan ke lapangan. Tahun 1992- 1995 guru-guru di daerah dilibatkan untuk membantu proses percepatan pemetaan bahasa. “Pelestarian Bahasa sudah semestinya menjadi tanggung jawab bersama,” tukasnya. (*)

Berita Terkait

Leave a Comment